Bapak dan Kenanganku


Ramadhan telah berlalu dan satu kesyukuran kita masih dipertemukan dengan Syawal berharap agar diberi kesempatan bersua kembali dengan ramadhan yang akan datang. Banyak yang mengatakan bahwa ramadhan dan lebaran kali ini berbeda karena kehadiran Corona di tengah-tengah masyarakat khususnya umat Muslim. Ramadhan yang setiap tahunnya diramaikan dengan sholat tarwih berjamaah di masjid serta rutinitas berbuka puasa bersama setiap harinya tidak dapat dilakukan di ramadhan tahun ini. Begitupun dengan hari raya idul Fitri, sebelumnya orang-orang dengan bangganya melakukan takbiran keliling kota di malam lebaran dan saling mengunjungi satu sama lain setelah shalat id, tapi tidak di tahun ini.

Namun, bagi saya ramadhan pertama kali berbeda ketika bapak saya sakit dan dirawat di rumah sakit. Beliau sendiri yang mempersiapkan diri untuk dirawat. Jauh sebelumnya beliau sudah keluar masuk rumah sakit, tapi Alhamdulillah hanya beberapa hari sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Dokter hanya berpesan agar memperbanyak istirahat dan jangan terlalu memikirkan pekerjaan.

Beberapa hari sebelumnya beliau kelihatan sakit tapi belum mau dirawat karena hari itu menjelang proses lamaran dari putra Kabupaten Bone untuk putri keduanya. Beliau menentukan hari, tanggal dan lokasi acaranya. Saya sangat senang melihat senyum kegembiraan yang terpancar dari wajahnya. Bagaimana tidak, anak gadisnya yang lebih memilih pendidikan S2 daripada dinikahkan akhirnya akan menikah. Beliau meminta pernikahan dilangsungkan setelah lebaran idul Fitri agar persiapannya matang. Setelah tetamu pulang, kami pun meminta beliau agar dirawat untuk memulihkan kesehatannya menjelang akad nikah, tapi beliau menolak. Katanya nanti orang puasa baru mau ke rumah sakit. Pas satu hari sebelum ramadhan, Beliau sendiri yang menyiapkan diri ke rumah sakit. Kemudian Mama  minta dibawakan ini dan itu setelah dokter mengatakan harus dirawat inap. Bertepatan malam pertama ramadhan beliau ditetapkan sebagai pasien di RSUD Kabupaten Pinrang. Saat itu kami masih sering mendengar bapak bercerita dengan candaannya. Ingin rasanya kembali saat itu dan menghentikan waktu. Walaupun bapak merasa kesakitan yang luar biasa tapi beliau mampu menghindarkan kami dari kekhawatiran. Sampai hari ini saya sangat menyesal karena bukan saya yang berada di rumah sakit mendampingi dan menjaganya. Mama yang standby di ruangan dan kami anaknya hanya bertugas membawa sesuatu yang dibutuhkan dari rumah ke rumah sakit dan berstatus sebagai pengunjung.

Selain itu, kami juga disibukkan dengan persiapan pernikahan saya yang tinggal beberapa Minggu. Bapak di ruang inap sesekali dibantu pernapasan, setiap hari kami menanyakan perkembangan kondisinya, tapi dokter mengatakan masih butuh perawatan intensif. Saya saat itu tidak tau harus berbuat apa, di satu sisi bapak menghadapi sakitnya dan di sisi lain memikirkan persiapan pernikahan anaknya. Saya pun hanya mengikuti pesannya agar fokus ke pernikahan. Saya diminta mengurus ini dan itu, cetak undangan, pengurusan di kantor Capil, di KUA dan lain sebagainya. Bapak masih di rumah sakit dan undangan sudah selesai di percetakan. Beliau pun meminta untuk diedarkan karena bulan puasa jadi mesti hanya sedikit yang bisa diedarkan dalam setiap harinya. Tapi, kami menunda karena fokus ke perawatan bapak. Hari itu, saya memijit jari-jari kakinya yang kedinginan, saya membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi tapi saya dengan cepat menepisnya, ini sudah ada yang mengaturnya, Allah SWT jauh lebih mengetahui. Kami hanya ikhtiar demi kesembuhan bapak. Keesokan harinya bapak dirujuk ke RSUD Kota Parepare untuk mendapatkan perawatan ICCU karena diagnosa terakhir dari RSUD sebelumnya adalah jantung. Saya dan keluarga sempat panik, tapi bapak dengan santainya bilang tidak apa-apa padahal beberapa peralatan medis sudah menempel di beberapa bagian tubuhnya. Beberapa hari kemudian saya menerima panggilan bertugas dari kampus IAIN Ternate. Berat rasanya menyampaikan hal itu ke bapak. Namun, beliau mengetahuinya dari Mama. Beliau pun memanggil saya dan menguatkan hati agar tetap berangkat. Ya Allah, saya menangis hari itu. 13 ramadhan saya meninggalkan rumah sakit dengan hati yang berkecamuk. Ada bayang-bayang buruk yang selalu menghantui. Ada pula bayangan yang selalu menenangkan hati. Saya tiba di rumah teman seangkatan (Muhammad Amri) karena kami sudah janjian hari itu untuk berangkat bersama ke Ternate. Saya diminta istirahat sejenak sebelum ke bandara. Di bandara kami bertemu dengan Evi dan suaminya. Kami pun berangkat berlima ke Ternate. Tetiba di Ternate, kami langsung diperintahkan untuk bertugas. Tapi saya pribadi meminta izin untuk kembali ke kampung halaman merawat bapak yang masih berada di rumah sakit dengan kondisi yang semakin melemah, tapi tidak mendapatkan izin tersebut dengan alasan saya akan mengambil cuti untuk menikah.  Akhirnya setiap saat Adik dan Mama mengabari perkembangan kondisinya dan menyampaikan bahwasanya beliau selalu menanyakan apakah saya sudah pulang dari Ternate. Tanggal 16 ramadhan 1436 H,  bertepatan dengan hari Jumat, 3 Juli 2015, saya menerima telepon yang menyayat hati. Mama berkata bapak mau pamit nak, saya tidak mampu berkata-kata, padahal banyak penyesalan, dan kalimat permohonan maaf pun saya tidak mampu ucapkan. Saya hanya berharap kesembuhan bapak. Ya Allah jangan sampai terjadi hal-hal yang saya tidak inginkan, lirihku dalam hati sambil mencari tiket penerbangan ke Makassar. Ketika tiket sudah di tangan saat itu juga saya mendengarkan kalimat اِنّالِلّهِ وَاِنّااِلَيْهِ رَاِجِعُوْنَ diucapkan dibalik telepon. Semua rasa sesal pun muncul. Seandainya saya tidak usah berangkat ke Ternate, saya akan melihat kepergian bapak. Seandainya saya tidak sibuk mengurus persiapan pernikahan, saya akan fokus merawat bapak. Namun, itu hanyalah alasan bagi saya yang merasa bukan anak yang berbakti kepada orang tua. Saya tiba di rumah itu seperti orang lain yang mendatangi sebuah rumah duka yang memiliki tanda bendera putih ditancapkan di depan rumah. Saya tidak percaya kalau itu adalah jenasah bapak saya. Di malam Nuzulul Qur'an saya diperhadapkan dengan jenazah bapak saya yang sudah kaku. Untuk menenangkan saya yang baru tiba, Mama menceritakan kembali percakapan mereka di malam sebelumnya. Bapak minta pulang ke rumah, katanya sudah sehat dan juga lelah di rumah sakit, Mama menjawab, "bapak, ini sudah tengah malam, lagian kemenakan yang bawa mobil ke rumahnya, jadi tidak ada yang bisa dipakai pulang". Dengan cepat beliau menjawab, "Ma, kita pulang pakai mobil ambulans saja, lebih cepat sampai". Mama bilang, "kalau begitu besok kita pulang Bapak". Keesokan harinya, bapak mempertanyakan suara tarhim dari masjid, kenapa cepat sekali  dibunyikan. Mama menjawab bahwa hari ini hari Jumat, jadi orang mau jumatan bapak. Bapak pun terdiam, selepas jumat tiba-tiba bapak mencari kami anak-anaknya. Adik saya yang kebetulan pulang mencuci di rumah langsung tancap gas dengan sepeda motornya ke rumah sakit. Kakak saya yang baru beberapa hari abis melahirkan pun berangkat dari rumahnya. Hanya saya yang berada jauh di perantauan. Setelah adik saya tiba, langsung membisikkan kalimat tauhid ke telinga bapak dan beliau pun pergi untuk selamanya. Akhirnya, mengikuti pesan beliau, jenazahnya dipulangkan ke rumah dengan menggunakan ambulans.

Saya hanya terdiam mendengarkan Mama bercerita sambil sesekali menyeka air mata. Bagi saya, yang sangat berperan penting dalam proses pembelajaran di kehidupan nyata adalah bapak saya. Saya lebih leluasa bercerita ke bapak daripada Mama. Saya anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan. Saya yang sering bepergian jauh. Setiap ada tempat yang dikunjungi oleh bapak pasti diceritakan dan saya sangat penasaran dengan ceritanya dan berakhir dengan pembuktian saya mengunjungi juga tempat itu. Saya diizinkan melanjutkan kuliah di Malang, berkeliling kota dari Sumatera, Jawa, Kalimatan dan akhirnya bertugas di Ternate Maluku Utara.

Untaian doa untuk almarhum Bapak saya
اَللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
 وَ أَكْرِمْ نُزُلَهُ وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ واغسله
بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا
 كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَس وَأَبْدِلْهُ
دَارًا خَيْرًا مِنْ دَارِهِ وَأَهْلاً خَيْرًا مِنْ أَهْلِهِ
وَزَوْجًا خَيْرًا مِنْ زَوْجِهِ وَأَدْخِلْهُ الْجَنَّةَ
 وَأَعِذْهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَفِتْنَتِهِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنَا وَمَيِّتِنَا وَشَاهِدِنَا
وَغَائِبِنَا وَصَغِيْرِنَا وَكَبِيْرِنَا وَذَكَرِنَا وَأُنْثاَنَا. 
اللَّهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلَى
اْلِإسْلاَمِ وَمَنْ تَوَفَّيْتَهُ مِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلَى
اْلِإيْمَانِ. اَللَّهُمَّ لَاتََحْرِمْنَا أَجْرَهُ
وَلاَ تَُضِلَّنَا بَعْدَهُ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
.أَمِِيْن يَا رَبَّ العَالَمِينَ
...له الفاتحة
بِسْمِ اللهِ الرَّحمنِ الرَّحِيْم ۞ أَلحَمدُ لِلّه رَبِّ العَالَمِين ۞ ألرَّحمَنِ الرَّحِِيم ۞ مالِكِ يَوْمِ الدِين ۞ إيّاكَ نَعبُدُ وَ إيّاكَ نَستعِين ۞ إهدِنَا الصِّرَاط المُستَقِيم ۞ صِرَاطَ الَذِينَ أنعَمتَ عَليْهِمَ، غَيْرِالمَغضُوبِ عَليْهِم وَلاَالضَّالِّين ۞ أمِين

Semenjak ramadhan 1436 H, ramadhan tiap tahunnya pun berbeda. Apalagi saya berada di rantauan, sangat berbeda. Kebiasaan masyarakat setempat berbeda dengan masyarakat di Sulawesi Selatan. Bertambah lagi dengan adanya wabah covid-19 semakin menambah rasa berbeda itu. Bagi saya hikmah dibalik semua yang terjadi adalah bagaimana agar saya menjadi pribadi yang lebih baik. Kepergian bapak, itulah yang terbaik oleh Allah SWT dalam mengangkat rasa sakit yang dideritanya. Menempatkan saya bertugas di rantauan menambah rasa syukur saya akan indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Hadirnya Corona memberi hikmah tersendiri akan pentingnya menjaga pola hidup sehat. Semoga kita termasuk hambanya yang senantiasa bersyukur. Amin.

Ternate, 29 Mei 2020

Komentar

  1. Mantap bu..kenangan dengan orang tua memang sangat membekas,,semoga orang tua kita di tempat kan di tempat tertinggi didisisi Allah swt..aamin

    BalasHapus
  2. Berbahagialah, Bapak selalu punya ruang spesial untuk anak gadisnya.

    BalasHapus
  3. Al-Fatihah...
    InsyaAllah bapak sdh tenang disana kkQ sayang..
    Tersenyum melihat semua anaknya sudah sukses dan berkeluarga..
    🥺

    BalasHapus
  4. Subhanallah Walhamdulillah wallahu Akbar

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode Eklektik (Thoriqoh al-Intiqo'iyyah)

Membahagiakan itu Kebahagiaan